Beda Fase, Beda Kekhawatiran

Namanya juga hidup, selain harapan dan keinginan, pasti kita juga ngerasain ketakutan dan kekhawatiran. Sama juga seperti dalam masa kehamilan ini. Beda fase, beda ketakutan dan kekhawatiran.
Saya adalah tipe orang yang percaya sama instring karena intuisinya jarang sekali salah. Dulu masih belum bisa kontrol, makin tambah umur sudah bisa semakin kontrol dan bisa lebih mengenal ini beneran intuisi atau hanya emosi yang nanti juga hilang.

Bicara tentang ketakutan, di usia kehamilan awal sampai masuk trimester kedua, kekhawatiran terbesar adalah keguguran lagi. Saya browsing kemungkinan keguguran bagi mereka yang pernah keguguran. Hasilnya dari yang saya baca lewat internet dan buku, memang selalu ada kemungkinannya. Apalagi ditambah dengan kategori kehamilan saya yang dianggap beresiko karena riwayat kesehatan (pernah ada kista diameter 12 cm plus miom di tahun 2013 dan keguguran April 2015 di usia kehamilan 11 minggu). Penyebab keguguran juga banyak. Perkembangan janin yang tidak sempurna, darah ibu yang kental, terkena virus dan masih banyak lagi. Sungguh, saya ingin sebenarnya mengulik lebih jauh. Tapi jujur, semakin saya banyak membaca, semakin banyak tahu, kecemasan malah semakin berlipat. Akhirnya saya memutuskan (setelah ditegur juga oleh suami) untuk lebih banyak berserah, berdoa dan berusaha semaksimal mungkin menjaga kehamilan.

Masuk trimester kedua di minggu ke 14 saya kembali masuk kantor setelah diharuskan bed rest selama 7 minggu (minggu kelima kehamilan sempat flek 3 hari). Rasanya senang karena pikiran jadi terbagi dengan pekerjaan. Snowballing berkurang. Namun tidak berarti kekhawatiran hilang. Berkurang iya, tapi tetap ada. Kali ini karena saya sudah lebih percaya diri bahwa saya bisa menjaga kehamilan dengan baik, ditambah hasil pemeriksaan dokter menunjukkan perkembangan janin yang baik, kekhawatiran keguguran meluruh dan diganti dengan kekhawatiran lainnya, yaitu kemungkinan down syndrome. Apalagi statistik mengatakan, dengan usia saya di atas 35 tahun ini memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar daripada ibu lainnya yang hamil di bawah usia 35. Setelah berkonsultasi dengan dokter obgyn kami, akhirnya di usia kandungan ke 18 minggu, kami memutuskan untuk cek ketebalan leher janin lewat USG 4D yang dilakukan di klinik lain karena meson USG 4D di klinik dokter obgyn kami sedang rusak. Suami saya terlohat lebih cemas dibanding saya. Saya pun sempat cemas akut, lalu entah dari mana asalnya, saya seperti diberi kekuatan dan ketenangan sebelum pemeriksaan USG 4D. Seperti ada yang mengatakan di nurani saya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Lagipula apapun itu, anak ini adalah titipan dan anugerah dari Tuhan yang memang menjadi rejeki kami. Bagaimanapun keadaannya, tidak akan mengubah apapun. Kami akan tetap menyayangi, membesarkan, melindungi dan memberikan yang terbaik untuknya.
Hasil pemeriksaan USG 4D memang sebenarnya bukan yang terbaik untuk dilakukan. Seharusnya kalau ingin mengetahui kemungkinan down syndrome test yang dilakukan adalah Chorionic Villus Sampling (CVS) atau amniocentesis test. Ada yang mengambil cairan air ketuban, ada yang dengan mengambil darah janin. Saya lupa yang mana dan prosedurnya. Yang pasti dari awal saya (dan didukung suami) menolak untuk melakukan tes itu. Selain saya tidak tahu apakah saya siap untuk tahu di awal kehamilan ditambah prosedut tersebut ada resiko kegugurannya walau hanya kecil. Belum lagi biayanya berkisar 6 – 12 juta tergantung prosedur apa yang diambil. Hasil USG 4D selain semuanya baik-baik saja, ketebalan leher janin memang sedikit tebal namun masih dalam kisaran normal. Dan tidak ada tes apapun yang bisa memberikan hasil 100% benar. Segalanya akan terlihat ketika bayi sudah dilahirkan.
Kalau saya sih semakin tenang, suami saya masih cemas. Sampai besoknya setelah melakukan USG 4D, suami saya ngotot minta konsul lagi ke dokter obgyn kami. Setelah penjelasan dokter (yang sebenarnya sama dengan dokter USG 4D kemarin), dokter obgyn mengajak kami untuk kemabli melakukan USG (2D) karena beliau melihat kecemasan besar di diri suami saya. Saat di USG, janin kami bergerak lincah. Dan beberapa saat sebelum dokter menyudahi sesi USG 2D, tangan janin seperti melambai lalu mengatup empat jari lainnya membentuk tanda SIP! Saya bisa melihat mata suami saya berkaca-kaca.
*Lah kok ini saya yang jadinya ikut berkaca-kaca saat menulis ini*
Pulang dari dokter, suami saya jadi lebih tenang. Saya tahu karena dia sudah bisa tidur dengan enak, tidak seperti malam-malam sebelumnya.

… Nanti disambung lagi ya, ini nulisnya sambil siaran :)…

Leave a comment